Sejarah Editing
Pada saat lumiere mulai membuat film, editing belum menjadi bagian dari
proses pembuatan film. Karena pada saat itu film-film lumiere hanya
terdiri dari satu buah shot (single shot) dengan panjang durasi yang
sama dengan kejadian sesungguhnya (real time). Tidak ada manipulasi
waktu.
Melies adalah orang pertama yang membuat film dengan melalui proses
editing. Editing yang dilakukannya masih sangat sederhana. Film
pertamanya yang menggambarkan perjalanan orang ke bulan (a trip to the
moon) hanya menggunakan editing untuk kesinambungan bercerita (cutting
to continuity). Melies melakukan editing untuk menyambung tiap2 adegan
yang hanya terdiri dari satu shot untuk tiap adegannya (sequence shot).
Le Voyage Dans la Lune – A Trip to the Moon (1902)
Dari sini bisa kita simpulkan bahwa editing terjadi apabila terjadi proses pemotongan dari banyak shot.
Seiring dengan perkembangan jaman, editing juga mengalami perubahan.
Sebuah film tidak lagi terdiri dari satu shot untuk tiap adegannya. Kita
juga kemudian mengenal adanya tipe shot. Sehingga editing memegang
peranan yang cukup penting dalam pembuatan dalam sebuah film.
Dengan adanya editing, kita akhirnya mengenal adanya film time, waktu
yang terjadi dalam film. Editing dapat melakukan manipulasi waktu dalam
film. Sehingga waktu yang diciptakan bisa menjadi lebih singkat, atau
malah sebaliknya menjadi lebih lambat. Sebagai contoh, sebuah kejadian
10 tahun bisa diceritakan hanya dalam waktu 10 menit. Begitu juga waktu
yang hanya 10 menit, bisa diceritakan menjadi 1 jam.
Meskipun tahapan editing dikerjakan oleh editor dan dilakukan setelah
proses pengambilan gambar, pemikiran editing (editorial thinking) sudah
harus dilakukan oleh semua tim kreatif jauh sebelum pengambilan gambar
dimulai. Sehingga ketika semuanya sudah masuk ke meja editing menjadi
materi yang siap untuk diedit.
Pengertian Editing
Editing adalah proses penyambungan gambar dari banyak shot tunggal sehingga menjadi kesatuan cerita yang utuh.
Editor menyusun shot-shot tersebut sehingga menjadi sebuah scene,
kemudian dari penyusunan scene-scene tersebut akan tercipta sequence
sehingga pada akhirnya akan tercipta sebuah film yang utuh. Ibarat
menulis sebuah cerita, sebuah shot bisa dikatakan sebuah kata, scene
adalah kalimat, sequence adalah paragraph. Sebuah cerita akan utuh bilah
terdapat semua unsur tersebut, begitu juga dengan film.
Seorang editor harus tahu bagaimana bertutur cerita yang baik. Dia
bertanggung jawab dalam pengerjaan akhir sebuah film. Tanpa proses
editing yang baik, sebuah produksi yang telah mengorbankan uang dan
tenaga menjadi sia-sia. Memang benar, seorang editor hanya bisa
menghasilkan film yang baik, sebaik materi yang dia terima. Hanya saja,
seorang editor yang baik dan kreatif mampu menutupi semua kekurangan
yang dialami ketika proses pengambilan gambar. Sehingga penonton tidak
pernah tahu dimana letak ketidaksempurnaan itu.
Seorang editor dituntut untuk membuat keputusan setiap saat. Dia
menentukan shot mana yang akan dipakai, berapa lama shot itu akan
dipakai, kapan sebuah shot harus dipotong, bagaimana urutan shot yang
disusun, dan sebagainya. Sebuah awal adegan bisa saja dimulai dengan
Establish Shot sebuah tempat kejadian, tapi bisa juga dimulai dengan
Close Up aktor. Sebuah materi yang sama bisa menghasilkan banyak
kemungkinan. Apalagi dikerjakan oleh editor yang berbeda. Jangan ragu
untuk bereksperimen dalam menyusun shot-shot tersebut.
Untuk membantu menentukan keputusan-keputusan tersebut, ada tiga hal yang perlu diperhatikan. Antara lain:
a. fungsional,
menentukan sebuah shot berdasarkan fungsinya.
Sebuah shot lebar (Wide Shot) mempunyai fungsi yang berbeda dengan shot
padat (Close Shot). Untuk menekankan sesuatu biasanya digunakan shot
padat.
b. proposional,
menempatkan sebuah shot sesuai dengan proporsinya.
Panjang pendek sebuah shot haruslah proposional. Begitu juga dengan
penentuan titik potong (cutting point) dari sebuah shot. Penempatan shot
yang terlalu panjang akan membuat penonton menjadi bosan, meskipun
shot itu sangatlah baik. Begitu juga dengan penempatan shot yang
terlalu pendek akan membuat penonton tidak menangkap pesan yang ingin
disampaikan.
c. struktural,
menentukan struktur susunan shot yang dibuat.
Struktur editing tidaklah harus berurutan dari a sampai z. Bisa saja
strukturnya dimulai dari b-c-a-g-d dan seterusnya. Ini juga dikenal
sebagai juxtaposition.
Pertimbangan ketiga hal diatas agar tujuan dari pesan yang ingin kita sampaikan bisa tercapai dengan baik.
TIPS
Posisikan diri kita sebagai penonton setelah kita selesai mengedit
sebagian atau seluruh film kita. Tanyakan pada diri kita apakah pesan
yang ingin disampaikan bisa diterima atau tidak. Mintalah bantua orang
lain untuk menonton hasil kita untuk membantu mengurangi penilaian kita
yang terlalu subyektif. Tanyakan juga kepada mereka apakah pesan yang
mereka terima, apakah sudah sama dengan pesan yang ingin kita sampaikan
Editing berdasarkan media rekamnya
1. editing dengan media seluloid
editing dengan media seluloid secara fisik memotong dan menyambung pita
seloluid. Biasanya menggunakan alat editing dengan merk STEINBECK dan
MOVIOLA.
2. edting dengan media video
editing dengan melakukan proses copy dari satu pita video ke pita video
yang lain. Menggunakan minimal dua alat yang berfungsi sebagai pemutar
dan perekam (VTR, Video Tape Recorder). Editing seperti ini juga
dikenal sebagai editing Deck to Deck atau Tape to Tape.
Karena menggunakan alat analog, kemungkinan terjadinya penurunan
kualitas sangatlah besar. Selain itu, kemungkinan pita tergores
(scratch) juga besar dikarenakan terlalu seringnya pita kita diputar.
Saat ini hampir semua proses editing dilakukan dengan menggunakan
komputer. Semua materi terlebih dahulu ditransfer (capture/digitize) ke
dalam komputer, baru kemudian dilakukan proses editing. Untuk ini
diperlukan seperangkat komputer multimedia dengan video capture card
(firewire card apabila menggunakan video digital) dan software editing.
Saat ini banyak sekali software editing yang beredar di pasaran. Yang
paling sering digunakan dalam dunia profesional untuk Digital Video (DV)
adalah AVID XpressPro®, Adobe Premiere Pro® dan Final Cut Pro®.
Dalam pengerjaannya, editing dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Linear Editing
Editing dengan menyusun gambar satu per satu secara berurutan dari awal
hingga akhir (seperti membentuk sebuah garis lurus tanpa putus).
Sehingga seandainya terjadi kesalahan dalam menyusun gambar, kita harus
mengulang kembali proses editing yang telah kita lakukan.
Editing dengan proses seperti ini biasanya dilakukan dengan media video.
2. Non-Linear Editing (NLE)
Editing dengan menyusun gambar secara acak (tidak berurutan). Dengan
editng seperti ini, kita tidak lagi harus memulai editing dari awal dan
berurutan hingga akhir. Kita bisa saja memulainya dari tengah, akhir,
atau darimana pun. Tergantung dari materi mana yang telah siap terlebih
dahulu. Dengan editing ini juga, memungkinkan kita untuk merubah
susunan dan panjang gambar yang telah kita buat sebelumnya.
Editing dengan proses seperti ini hanya mungkin dilakukan pada media
seluloid dan tekhnologi digital (komputer). Karena editing dengan media
film sudah sangat jarang digunakan dan pemakaian komputer untuk editing
semakin sering kita temui, maka Non Linear Editing identik dengan
Digital Video Editing.
Editing yang akan kita gunakan adalah Non-Linear Editing
Editing Dokumenter
Secara Garis Besar, jenis film terbagi menjadi 2, yaitu fiksi (cerita)
dan non-fiksi (dokumenter). Dalam pengerjaannya, khususnya di bidang
editing, tiap-tiap film membutuhkan penanganan khusus. Sebuah film
cerita lebih menekankan pada pengembangan plot cerita, sedang dokumenter
lebih menekankan pada pemaparan sebuah tema.
Produksi film cerita biasanya jauh lebih bisa dikontrol daripada
dokumenter. Skenario yang telah dibuat kemudian dipecah menjadi
gambar-gambar yang siap di rekam (director shot/shot list). Kemudian
semua kru mempersiapkan adegan yang akan direkam. Penataan kamera,
lampu, warna, pemain dan sebagainya disiapkan untuk menerjemahkan
skenario yang ada menjadi gambar (footage) yang siap diedit. Setelah itu
editor bertugas menggabung potongan-potongan shot tersebut menjadi
satu kesatuan cerita yang utuh sesuai dengan skenario yang telah
dibuat.
Dokumenter secara umum bekerja dengan cara yang berlawanan. Tidak ada
pemain disini, hanya subyek yang diikuti oleh pembuat film. Orang-orang
sungguhan yang berada dalam suasana sungguhan, melakukan hal-hal yang
biasa mereka lakukan. Penempatan kamera dan lampu hendaknya bukan
menjadi hal yang menonjol. Peristiwa yang terjadi di depan kita tidak
memungkinkan untuk kita melakukan itu. Peran sutradara menjadi tidak
besar. Film dokumenter dibentuk di dalam editing. Ini menjadikan editor
memiliki fungsi yang sangat penting dalam menyelesaikan pembuatan film
dokumenter. Fungsi ini memberi kebebasan lebih bagi seorang editor
dokumenter. Hanya saja yang perlu diingat adalah, dengan kebebasan juga
tertadapat tanggung jawab yang besar.
Tahapan Editing
Film Fiksi
Keterangan:
• Logging: Mencatat dan memilih gambar yang akan kita pilih berdasarkan timecode yang ada dalam masing-masing kaset.
• NG Cutting: Memisahkan shot-shot yang tidak baik (NG/Not Good)
• Capture / Digitize: Proses memindahkan gambar dari kaset ke komputer
• Assembly: Menyusun gambar sesuai dengan skenario
• Rough Cut: Hasil edit sementara. Sangat dimungkinkan terjadinya perubahan.
• Fine Cut: Hasil edit akhir. Setelah mencapai tahapan ini, susunan gambar sudah tidak bisa lagi berubah.
• Visual Graphic: Penambahan unsur-unsur graphic dalam film. Seperti teks, animasi, color grading, dsb.
• Sound Editing/Mixing: Proses editing dan penggabungan suara. Suara meliputi Dialog, Musik dan Efek Suara
• Married Print: Proses penggabungan suara dan gambar yang tadinya terpisah menjadi satu kesatuan.
• Master Edit: Hasil akhir film.
Film Dokumenter
Tidak seperti film fiksi yang memiliki skenario, seperti yang disebut
diatas, film dokumenter baru bisa dibentuk di editing. Untuk itu seorang
editor bersama sutradara dan penulis skenario diharuskan menonton
semua hasil shooting. Setelah itu kita bisa memulai editing di atas
kertas, menentukan bentuk yang kita inginkan. Sementara kita melakukan
ini, proses capture / digitize bisa dilakukan.
Istilah Tekhnis Editing
Metode Editing
Terbagi menjadi 2, yaitu CUT dan TRANSISI
• Cut
Proses pemotongan gambar secara langsung tanpa adanya manipulasi gambar
• Transisi
Proses pemotongan gambar dengan menggunakan transisi perpindahan gambar
Optical Effect secara garis besar terbagi menjadi 3, al:
1. wipe
, perpindahan gambar dengan menggeser gambar lainnya.
Wipe meliputi banyak transisi, antara lain wipe, slide, dll.
2. fade
, gambar secara perlahan muncul atau menghilang.
Fade meliputi fade in, fade out dan dissolve
3. super impose,
dua gambar atau lebih yang muncul menumpuk dalam satu frame.
Dengan adanya tekhnologi komputer, transisi tidak lagi didasari oleh
perpindahan gambar. Kita bisa menggunakan transisi berdasar
elemen/bagian dari gambar, baru kemudian disambung dengan bagian lain
dari gambar tersebut sampai gambar tersebut menjadi utuh.
TIPS
Pergunakan transisi sesuai dengan tujuan yang ingin kita capai.
Penggunaan transisi secara berlebihan dan tidak tepat akan memberi kesan
yang tidak baik bagi film kita.
Cut terbagi menjadi 2, al:
1. Match Cut, penggabungan 2 shot yang saling berkesinambungan
2. Cut Away, Penggabungan 2 shot yang sama sekali berbeda
Dalam film fiksi, match cut secara mutlak wajib dilakukan. Match cut
memungkinkan sebuah film yang terdiri dari banyak shot yang
terpotong-potong, seolah-olah bagaikan rangkaian gambar yang mengalir
tanpa terasa adanya potongan.
Hal-hal yang harus diperhatikan agar terciptanya match cut:
1. matching the look
menyamakan arah pandang tiap2 subyek pada tiap2 gambar yang disambung.
2. matching the position
menyamakan letak/posisi obyek pada tiap2 gambar yang disambung.
3. matching the movement
menyamakan arah gerak subyek pada tiap2 gambar yang disambung.
Apabila kita mengabaikan ketiga hal diatas, maka akan terasa ada
loncatan (jumping) dalam penggabungan gambar yang kita lakukan. Dengan
memperhatikan match cut, maka akan tercipta adanya Continuity Editing.
Dalam film dokumenter, karena penanganannya berbeda dengan film fiksi
seperti yang sudah di atas, continuity editing tidaklah mutlak
dilakukan. Fungsi editing dalam dokumenter lebih mengarah ke cutting to
continuity, editing dilakukan untuk kesinambungan bercerita, bukan
kesinambungan antar shot.
(dari berbagai sumber)
No comments:
Post a Comment